Kamis, 20 Agustus 2015

Saat Kejayaan Avanza dan Xenia Makin Terusik









Pekan lalu, tepatnya 12 Agustus 2015, mobil kembar Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia meluncurkan model terbarunya yang menampilkan perubahan cukup besar. Makanya model baru ini dinamakan Grand New Avanza dan Great New Xenia. Jadi bukan facelift.

Perubahan besar tampak nyata di bagian eksterior depan yang meliputi lampu utama, gril, bemper, dan engine hood. Sementara di belakang, ada reflektor, panel krom di pintu belakang. Bagaimana interior? tak banyak perubahan, selain katanya penyempurnaan pada noisy kabin sehingga kabin makin senyap.

Minggu, 09 Agustus 2015

Brand Smartphone Nexian telah Gugur



Brand handset lokal ini mengalami kinerja menurun sejak pemiliknya, Selular Group,  diakuisisi oleh perusahaan India, Spice i2i, lewat Affirnity Group, pada 2011. 

Kabar tak enak ini saya dapat pekan lalu. Tepatnya pada Kamis pekan lalu, saat berada di mal premium di kawasan SCBD, Jakarta Pusat, saya bertemu salah seorang direksi vendor handset lokal merek Nexian. Lama tak jumpa secara langsung, saya pun menanyakan kabar perusahaannya.

Tapi saya malah mendapat kejutan. “Brand Nexian tidak dikembangkan lagi, di-terminated,” kata sumber itu. Tanpa memerinci lagi, sang sumber menjelaskan bahwa dirinya sudah keluar dari Nexian dan kini bekerja mengurusi bisnis online jaringan ritel modern SevenEleven milik Modern Group. Beberapa pendirinya yang saya kenal ternyata juga sudah keluar.

Saya hampir tidak percaya, brand Nexian yang begitu fenomenal bisa gugur. Nexian, yang oleh pendirinya berarti Next Generation (generasi masa depan), telah berhenti. Tragis!



Rasanya baru kemarin pula, CEO Selular Group David Kartono mengungkapkan rencana agresif Nexian di pasar smartphone tanah air, sejak agak vakum beberapa tahun terakhir. Ya, saat itu, Februari 2015, David menyampaikan rencana titik balik Nexian ke pasar dengan memasarkan smarphone Android One, bekerja sama dengan Google Inc.

Terus terang saya memiliki kedekatan emosional dengan brand Nexian ini, karena beberapa kali menulis artikel tentang brand ini untuk majalah Globe Asia. Saat itu saya menuliskannya, karena Nexian fenomenal di pasar ponsel Indonesia di periode 2009-2011.

Setiap produk baru Nexian dirilis, pembelinya rela antre hingga mengular dan berjam-jam untuk menjadi pemilik pertamanya. Hanya Nexian yang mampu melakukan itu. Jadi bisa dibilang hanya Nexian, brand lokal, yang bisa bersaing dengan brand global di bisnis handset tanah air. Bahkan penjualan Nexian pernah berada di posisi kedua, setelah Nokia. Artinya Nexian menjadi raja ponsel lokal saat itu. Per Desember 2010, pengguna handset Nexian mencapai 8 juta unit.

Berikut saya cuplikan dua artikel saya tentang Nexian di majalah Globe Asia periode 2007-2010.



1. Wajah Lokal di Pasar Global 

Ibarat oase di padang pasir, kehadiran telepon seluler merek Nexian memberikan kesegaran di jagad industri telematika nasional.  Sebab Nexian menjadi satu-satunya telepon seluler lokal di tengah dominasi  produk impor macam Nokia, LG, Motorola, dan Samsung.  Apalagi Departemen Komunikasi dan Informatika mencatat hampir 90 persen perangkat pendukung industri telematika masih menggunakan produksi luar negeri.

Menggebrak tahun baru 2007, sang produsen Nexian, PT Inti Pisma International, segera meluncurkan seri terbaru yakni NX 700. Menurut Direktur Utama PT Inti Pisma International Harijadi P. Budimartono,   produk ini spesial karena akan dideklarasikan sebagai produk nasional. Tingkat komponen lokalnya di atas 40 persen.   Dengan research and development (R&D) sendiri di pabriknya di Karawang, Jawa Barat, produk nasional tersebut mulai diproduksi massal mulai Januari ini. “Seri NX 700 akan menjadi telepon seluler nasional dengan harga Rp 400 ribu per unit,” kata Harijadi kepada Globe Asia.

Nexian adalah telepon seluler yang mengusung teknologi CDMA (code division multiple access). Nexian yang berarti ‘Next Generation’ itu mulai berproduksi secara komersial pada Februari tahun lalu. Hingga kini perseroan sudah melansir 3 seri di pasaran, yakni NX 350, 370, dan 900.  Masing-masing dijual dengan harga Rp 300.000 per unit, Rp 400.000, dan Rp 800.000.



Harijadi menjelaskan, tahun ini perseroan akan merilis beberapa seri baru seperti NX 910, NX 900i, dan NX 700. Selain itu, perusahaan juga  memproduksi fixed wireless phone (FWT) seri 170 dan NX 150 untuk payphone. Dengan penambahan seri baru itu, perusahaan mentargetkan volume produksi tahun ini 500.000 unit  atau per bulan bisa mencapai 60.000 unit dari semula 30.000 unit. “Karena itu kami menyiapkan investasi US$ 5-6 juta untuk penambahan kapasitas itu,” ujarnya.  



Direktur Operasi Inti Pisma Isnur Rochmad  menambahkan, dalam tempo satu tahun sejak beroperasi tahun lalu, penjualan Nexian mencapai 200.000 unit. Pencapaian volume tersebut terutama didukung dari penjualan  joint marketing atau program bundling dengan operator PT Bakrie Telecom Tbk yang menerbitkan kartu Esia.

Dengan harga jual rata-rata Nexian Rp 550.000 per unit dan volume penjualan 200.000 unit, pendapatan Inti Pisma tahun lalu ditaksir Rp 120 miliar.  Tahun ini perseroan mentargetkan pendapatan naik 100 persen dari tahun sebelumnya.

Menurut Imam Kusuma, Brand Execution Departement Head Bakrie Telecom, hingga kini lebih dari 100.000 kartu Esia teraktivasi dari Nexian. Kata dia, ini prestasi bagus karena berasal dari satu merek yang belum pernah terdengar di pasar nasional. “Nexian dibangun di antara merek terkenal dan tak terkenal, tapi masih bisa mendapatkan pelanggan sekian banyak,” ujar Imam sambil menyatakan kerja sama itu dimulai Februari tahun lalu.

Salah satu keunggulan Nexian, lanjut Imam, adalah harga jual yang murah ketimbang kompetitor, yakni Rp 300.000 untuk seri terendah NX 350. Artinya, dengan fitur-fitur di kelas low end, harga jual Nexian jauh lebih murah ketimbang  Nokia atau LG.  Karena itu, saat merilis program bundling Esia-Nexian, Bakrie Telecom memakai embel-embel ‘Hape paling murah’ untuk menarik konsumen. “Saat itu semua orang antre membeli. Namun, Nexian juga ada kekurangan yakni merek baru sehingga dibutuhkan waktu dan usaha untuk membangun merek. “

Imam mengaku Bakrie berani bekerja sama dengan Nexian lantaran telah menguji langsung sang pabrikan dan produknya. “Kami melihat proses produksinya. Dan hasilnya, pabrik ini sangat profesional. Bukan model home industry. Ini produk yang dikerjakan serius dan bukan asal dibuat,”  ujarnya seraya menambahkan komplain terhadap Nexian masih wajar karena di bawah 5 persen.

Lalu apa strategi Nexian melawan raksasa Nokia dan LG?



Menurut Harijadi, jika tahun pertama hanya mengandalkan program bundling dengan PT Bakrie Telecom, kini perseroan lebih agresif lagi menggandeng operator lain. Tak heran seluruh operator CDMA di Tanah Air sedang dijajaki, seperti PT Indosat dengan kartu StarOne dan Mobile-8 (Fren). Bahkan, operator ‘baru’ macam PT Natrindo dan Hutchinson Indonesia pun didekati.  Tak hanya itu, Nexian juga mulai merambah ke teknologi GSM, bekerja sama dengan PT Telkomsel.Peruntungan Nexian tampaknya bakal lebih baik di tahun ini karena berhasil memenangkan tender memasok 76.000 unit terminal FWT dari 800.000 unit untuk produk FlexiHome dari PT Telkom Tbk. “Kalau semua berjalan lancar, pendapatan kami bisa dua kali lipat dari tahun lalu,” ujar Harijadi.

Untuk pasar ritel, distribusi Nexian dilakukan oleh PT Metrotech Jaya Komunika yang juga distributor Pantech. Namun, kata Isnur Rochmad, strategi ini dilakukan bukan strategi utama. Sebab Nexian  belum mampu bersaing langsung di tingkat ritel dengan merek dunia macam Nokia dan LG. Dibutuhkan dana promosi dan marketing yang sangat besar untuk bisa diterima di pasar ritel. Karena itu strategi joint marketing atau bundling dengan operator telekomunikasi menjadi alternatif jitu.

Dia mencontohkan keberhasilan program bundling dengan kartu Esia. Di sini Bakrie Telecom memberikan gimmick kepada konsumen seperti gratis nomor Esia dan 100 menit talktime selama 6 bulan. “Kalau jualan sendiri, berat. Sebagai pemula, kami harus bergandengan dengan operator agar bisa mendapat volume penjualan ekonomis. Jadi bukan melawan, kami hanya mencari celah yang tak dimasuki Nokia,“ ungkap Isnur. Tahun ini pula Nexian juga tengah mencoba peruntungannya di pasar ekspor seperti Filipina dengan menggandeng Bayan Tel, dan Malaysia dengan Sani Pex.

Division Head Bundling & Corporate Solution PT Indosat Tbk Indra Lestiadi mengakui sedang bernegosiasi dengan Nexian. Namun, dia menolak memerinci proses negosiasi tersebut sebab tim teknis Indosat masih mengecek sisi teknologi, merek, dan pasar yang bersangkutan.  Yang pasti, tahun ini Indosat serius meningkatkan pelanggan kartu CDMA StarOne dengan cara menambah layanan pada 14 kota baru dari 22 kota yang sudah ada. “Dengan penambahan itu, kami mentargetkan kenaikan 1,5 juta pelanggan baru StarOne,” ujar Indra.

Pasar telepon seluler di Indonesia memang menarik. Per Oktober 2006, jumlah pelanggan seluler, baik GSM maupun CDMA, mencapai 65,5 juta pelanggan. Tahun ini kalangan operator memprediksi ada pertumbuhan pelanggan sebanyak 18 juta pelanggan.

Hasil riset The Mobile World pada  kuartal tiga tahun lalu menyebutkan  Indonesia, India, Cina, Pakistan, dan Thailand memiliki pertumbuhan pelanggan besar di kawasan Asia Pasifik.  India yang terbesar dengan pertumbuhan 17,1 juta pelanggan, sedangkan Indonesia di posisi keempat dengan 3,5 juta. Bahkan lembaga penelitian Business Monitor International (BMI) memprediksi  dalam 5 tahun ke depan, pertumbuhan seluler terpesat bakal terjadi di India dengan pertumbuhan 80%, Vietnam (62%), Pakistan (38,5%),  Cina (22%), dan Indonesia (19,5%).

Daya tarik itu pula melandasi pendirian PT Inti Pisma International oleh PT J-Tech Indonesia  (sahamnya 78%) dan badan usaha milik negera (BUMN) PT INTI pada Agustus 2004. PT J-Tech selama ini dikenal sebagai produsen  berbagai komponen elektronika, telepon seluler, dan otomotif. Saat ini J-Tech Indonesia sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Pisma Group dan PT Harada Pratama Berdikari (15%).  Pemilik Pisma Group adalah Djamal Ghozi, pengusaha asal Surabaya yang terkenal dengan produk sarung Gajah Duduk. Hingga kini perusahaan sudah mengeluarkan investasi US$ 30 juta.

Menurut Harijadi yang juga President dan Chief Executive Officer (CEO) J-Tech Indonesia, untuk bisa memproduksi telepon seluler sendiri, perusahaan menggandeng berbagai mitra kerja. Dia mencontohkan, Airwave Technology dari Korea untuk teknologi telepon CDMA, Sweng Maju Sdn Bhd dari Malaysia, dan Takahashi Kogyo Co Ltd dari Jepang. “Dari situ, kami adopsi teknologi mereka supaya bisa lebih maju di segi teknisnya. Awalnya kami membuat komponen hingga memproduksi produk sendiri yakni telepon seluler dan FWT,” ujar Harijadi yang memimpin sekitar 900 pekerja.

Kini, hampir 3 tahun berselang, Nexian mengharapkan dukungan pemerintah supaya bisa tumbuh dan berkembang di masa depan. Menurut Harijadi, industri lokal harus dikasih kesempatan dalam proyek-proyek telematika nasional. Dia mencontohkan proyek FlexiHome di PT Telkom yang membutuhkan terminal sebanyak 800.000 unit. Masalahnya,  PT Telkom tidak berani memberikan dukungan penuh karena tiada payung hukumnya agar tidak dinilai salah langkah kelak.  Cara inilah yang ditempuh pemerintah India dengan memberikan jatah 30 persen pada setiap proyek kepada industri lokal. “Jadi kalau ada order 800.000 unit, 30 persen dialokasikan kepada industri lokal. Pertimbangannya jika industri lokal tumbuh, industri penunjangnya seperti komponen pasti tumbuh.”

Sebenarnya Menteri Perindustrian sudah memberikan dukungan itu tahun lalu. Dalam surat keputusan Nomor 11  tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri, Menteri Fahmi Idris menyatakan, kalau peserta tender bisa membuktikan tingkat komponen dalam negerinya lebih dari 40%, maka tender itu dialokasikan hanya bagi peserta lokal. Namun, jika tingkat komponen lokalnya 25-30%, pemain lokal mendapat privilage harganya bisa lebih mahal maksimum 30 persen dari harga produk impor. “Yang krusial saat ini pelaksanaan peraturan itu,” ujar Harijadi sambil mengingatkan problem lain yakni harmoniasi tarif lantaran bea masuk telepon seluler dikenakan 0%, sedangkan komponennya tidak. M Syakur Usman



2. Local Gadget Leader


Bagi pemain telepon seluler lokal, kerja sama perdagangan bebas ASEAN dengan Cina atau China-ASEAN Free Trade Agreement (CA-FTA) yang efektif 1 Januari tahun ini bukanlah suatu hambatan. Sebab jauh sebelum kerja sama itu diteken, produk telepon seluler impor sudah bebas bea masuk alias nol persen. Sehingga tidak ada perubahan yang signifkan di industri ini pasca-CA-FTA.

PT Metrotech Jaya Komunika yang dikenal sebagai produsen telepon seluler lokal merek Nexian tak mengkhawatirkan soal produk telepon seluler Cina. Sebab telepon seluler merek lokal termasuk Nexian sudah berhasil di pasar nasional. “Setelah Nokia, penjualan telepon seluler merek lokal termasuk Nexian adalah nomor dua terbesar di Indonesia,” kata Presiden Direktur Metrotech Jaya Komunika Martono Jaya Kusuma kepada Globe Asia di Bandung, akhir Januari lalu.



Menurut Martono, CA-FTA tidak berdampak langsung. Sebab sebelum ada CA-FTA, tarif impor telepon seluler sudah nol persen. Tarif  yang ada selama ini hanya pajak pertambahan nilai (PPN) 10% dan pajak penghasilan (PPh) impor 2,5%. ”Karena tidak ada perubahan tarif dari sebelum CA-FTA sehingga tidak ada dampak secara langsung bai pemain lokal.”

Nexian sendiri termasuk pemain lokal papan atas di Indonesia. Sejak merilis produk Nexian dengan keypad qwerty layaknya BlackBerry sehingga sering disebut NexianBerry pada Mei tahun lalu, penjualannya sangat fantastis. Contohnya, penjualan NexianBerry bekerja sama dengan operator telekomunikasi XL berhasil mencatat penjualan 1 juta unit. Sedangkan dengan Telkomsel lebih tinggi lagi sekitar 1,5 juta unit. Di Indonesia setiap bulan terjual 1,8 juta unit telepon selular atau sekitar 21-22 juta unit setahun.

Sumber di salah satu distributor besar  telepon seluler di Jawa Barat menginformasikan penjualan Nexian di Jawa Barat berhasil mengalahkan Nokia yang selama ini mendominasi pasar. Tahun lalu penjualan per bulan Nexian mencapai 120.000 unit, sedangkan Nokia hanya 80.000 unit. “Baru pertama kali terjadi di Indonesia penjualan telepon seluler disesaki konsumen sehingga menimbulkan antrean layaknya orang antre sembilan bahan pokok. Produk Nokia saja tidak berhasilkan menimbulkan antrean lagi sejak peluncuran Nokia E 90 dua tahun silam,” kata sumber tadi.

Titus Dondi, Vice President Enterprise&Carrier XL, berpendapat, Nexian merupakan produk telepon selular yang fenomeal di Indonesia dalam hal penjualan. ”Program kerja sama penjualan Nexian dengan XL selalu berhasil dari dulu hingga sekarang. Sellau terjadi anrean ketika kami merilis program bundling baru dengan Nexian.”

Menurutnya, Nexian bisa sukses karena Nexian sebagai pemain lokal pertama yang berhasil membuat produk yang cocok dengan konsumen Indonesia. Sehingga brand ini mempunyai positioning yang kuat di benak konsumen Indonesia.

Qwerty product

Martono menjelaskan, yang perlu diwaspadai oleh telepon seluler lokal adalah kesadaran produsen telepon seluler dunia seperti Nokia dan BlackBerry di pasar Indonesia dengan menyiapkan produk telepon seluler keypad qwerty dengan harga lebih terjangkau. Ini menyebabkan jarak harga jual merek global dengan merek lokal semakin dekat.

“Pasar tahun ini lebih menantang karena global brand menyadari potensi pasar telepon seluler di Indonesia terutama qwerty bisa besar melihat kesuksesan NexianBerry. Makanya tahun ini mereka menyiapkan line up produk qwerty lebih banyak dengan harga lebih terjangkau. Jadi akan lebih banyak produk qwerty dengan harga lebih terjangkau dari global brand, seperti Samsung qorby yang dijual Rp 1,4 juta atau BlackBerry gemini kini harganya kurang dari Rp 3 juta. Pasar menjadi sangat kompetitif,” katanya.

Namun situasi tersebut, kata Martono, tidak memberikan tekanan bagi pemain lokal.  Sebab pemain lokal pun sudah menurunkan harga jual produknya. Sehingga semula harga produk lokal Rp 1 jutaan untuk tipe qwerty, kini harganya jualnya bervariasi mulai Rp 500.000 hingga Rp 700.000 per unit. ”Tahun lalu terjual 4 juta unit  telepon selular  lokal tipe qwerty.”

Martono menjelakan, telepon selular dengan keypad qwerty akan mendominasi pasar karena perubahan komunikasi konsumen dari suara dan sms ke data dengan chatting, messenger, dan browsing.

International Data Corporation (IDC) juga memprediksi penjualan smartphone yang menonjolkan komunikasi adat akan lebih unggul ketimbang traditional phone (lihat tabel). IDC juga mencatat pada tahun lalu, penjualan smartphone di Indonesia tumbuh 290%, sedangkan traditional phone justru turun 51%.

”Nexian tetap mau hadir di semua level mulai dari entry level hingga up level. Tapi  kami tidak mau menjadi yang termurah di semua level. Tujuan Nexian adalah menawarkan produk di semua level dengan spesifikasi produk yang berbeda dari kompetitor. Sebab kalau bersaing di harga jual yang murah, pasti berdampak pada kualitas,” ujar Martono.

Karena itu, kebijakan Nexian agar produknya bisa diterima pasar adalah selalu memberikan value lebih terhadap keinginan konsumen. Misalnya,  masyarakat ingin telepon seluler dengan aplikasi Facebook plus upload foto. Atau aplikasi mesengger yang langsung online tanpa harus melakukan login.

”Kami baru saja merilis produk baru, Nexian NX-G801. produk ini mempunyai fasilitas Nexian Messenger, seperti layaknya BlackBerry Messenger sehingga setiap orang bisa melakukan chatting dengan pengguna nexian mesenger lainnya tanpa harus melakukan login. Kelebihan lainnya, ada fasilitas upload foto langsung ke facebook. Inilah kelebihan Nexian yang belum dimiliki produk lokal lainnya,” ujar Martono.

Chief Technology Officer Metrotech Isnur Rochmad menambahkan, Nexian selalu menawarkan produk yang inovatif baik dari sisi hardware maupun software yang bisa diterima masyarakat. ”Terpenting juga harganya terjangkau. Kami tidak berhenti berinovasi,” ujar Isnur sambil menerangkan bahwa untuk masalah produksi Nexian mempunyai beberapa mitra strategis dari Cina.

Tahun ini, kata Martono, Nexian akan meluncurkan 12-15 produk baru ke pasar. Produk telepon seluler tipe touch screen ala Nexian akan segera diluncurkan pada akhir Februari tahun ini. ”Dalam road map produk,  tahun ini kami akan meluncurkan 2 model tipe touch screen bekerja sam dengan operator Smart Telecom. Berbeda dari strategi tahun lalu, tahun ini kami lebih banyak meluncurkan model baru di segmen berbeda. Semuanya akan kami masuki termasuk  termasuk telepon  dengan sistem operasi  android.”

Kerja sama dengan operator atau biasa disebut program bundling memang banyak dilakukan Nexian dalam menjual produknya. Sebab program ini lebih efektif menarik perhatian konsumen karena operator juga memberikan bonus-bonus tertentu kepada calon konsumen.  Saat ini diperkirakan penjualan Nexian sebagian besar atau 80% lewat program bundling.

Menurut Martono,  program bundling mempunyai manfaat  lebih banyak pada konsumen. Pertama, konsumen mendapat nomor yang bisa langsung digunakan. Kedua, operator bisa memberikan bonus-bonus tertentu yang disesuaikan dengan kelebihan satu produk. Misalnya, operator memberikan promosi paket data gratis sekain bulan karena produk didukung fasilitas internet tinggi. Jika produk telepon hanya untuk layanan suara dan sms, maka operator biasanya memberikan promosi gratis bicara sekian bulan. ”Jadi dengan bundling konsumen dimudahkan.”

Aftersales guarantee

Tapi berbeda dengan local brand lain, Nexian sangat memperhatikan soal aftersales. Saat ini Nexian mempunyai service center sebanyak 60 unit dan collection point sebanyak 21 unit. Mereka hadir mulai dari Medan, Sumatra Utara hingga Manado, Sulawesi Utara. Di Jakarta Nexian Service Center ada 8 unit. ”Kami menginginkan jaringan aftersales ini lebih rapat lagi. Kami juga akan lebih banyak mengembangkan service center ketimbang collection point. Target kami, akhir tahun ini jaringan afersales Nexian  bisa complied dengan standar mutu (ISO). Ini komitmen Nexian melakukan standar mutu layanan. Concern Nexian adalah mempertahankan posisi market leader di local brand.”

Perhatian besar Nexian pada soal aftersales ini disebabkan Nexian ingin eksis jangka Panjang di Indonesia. Sehingga semua infrastruktur puna bersifat jangka panjang. Martono mencontohkan, sebelum merilis produk baru, pihaknya menguji dan menjaga kualitas hardware dan software produk tersebut.

“Kami mencari formulasi produk yang tepat sehingga terjadi repeat order. Kini jutaan produk Nexian terjual. Ini artinya strategi kami berhasil. Tantangannya, bagaimana Nexian bertahan secara jangka panjang,” ujar Martono. m syakur usman