Kamis, 20 Agustus 2015

Saat Kejayaan Avanza dan Xenia Makin Terusik









Pekan lalu, tepatnya 12 Agustus 2015, mobil kembar Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia meluncurkan model terbarunya yang menampilkan perubahan cukup besar. Makanya model baru ini dinamakan Grand New Avanza dan Great New Xenia. Jadi bukan facelift.

Perubahan besar tampak nyata di bagian eksterior depan yang meliputi lampu utama, gril, bemper, dan engine hood. Sementara di belakang, ada reflektor, panel krom di pintu belakang. Bagaimana interior? tak banyak perubahan, selain katanya penyempurnaan pada noisy kabin sehingga kabin makin senyap.

Minggu, 09 Agustus 2015

Brand Smartphone Nexian telah Gugur



Brand handset lokal ini mengalami kinerja menurun sejak pemiliknya, Selular Group,  diakuisisi oleh perusahaan India, Spice i2i, lewat Affirnity Group, pada 2011. 

Kabar tak enak ini saya dapat pekan lalu. Tepatnya pada Kamis pekan lalu, saat berada di mal premium di kawasan SCBD, Jakarta Pusat, saya bertemu salah seorang direksi vendor handset lokal merek Nexian. Lama tak jumpa secara langsung, saya pun menanyakan kabar perusahaannya.

Tapi saya malah mendapat kejutan. “Brand Nexian tidak dikembangkan lagi, di-terminated,” kata sumber itu. Tanpa memerinci lagi, sang sumber menjelaskan bahwa dirinya sudah keluar dari Nexian dan kini bekerja mengurusi bisnis online jaringan ritel modern SevenEleven milik Modern Group. Beberapa pendirinya yang saya kenal ternyata juga sudah keluar.

Saya hampir tidak percaya, brand Nexian yang begitu fenomenal bisa gugur. Nexian, yang oleh pendirinya berarti Next Generation (generasi masa depan), telah berhenti. Tragis!



Rasanya baru kemarin pula, CEO Selular Group David Kartono mengungkapkan rencana agresif Nexian di pasar smartphone tanah air, sejak agak vakum beberapa tahun terakhir. Ya, saat itu, Februari 2015, David menyampaikan rencana titik balik Nexian ke pasar dengan memasarkan smarphone Android One, bekerja sama dengan Google Inc.

Terus terang saya memiliki kedekatan emosional dengan brand Nexian ini, karena beberapa kali menulis artikel tentang brand ini untuk majalah Globe Asia. Saat itu saya menuliskannya, karena Nexian fenomenal di pasar ponsel Indonesia di periode 2009-2011.

Setiap produk baru Nexian dirilis, pembelinya rela antre hingga mengular dan berjam-jam untuk menjadi pemilik pertamanya. Hanya Nexian yang mampu melakukan itu. Jadi bisa dibilang hanya Nexian, brand lokal, yang bisa bersaing dengan brand global di bisnis handset tanah air. Bahkan penjualan Nexian pernah berada di posisi kedua, setelah Nokia. Artinya Nexian menjadi raja ponsel lokal saat itu. Per Desember 2010, pengguna handset Nexian mencapai 8 juta unit.

Berikut saya cuplikan dua artikel saya tentang Nexian di majalah Globe Asia periode 2007-2010.



1. Wajah Lokal di Pasar Global 

Ibarat oase di padang pasir, kehadiran telepon seluler merek Nexian memberikan kesegaran di jagad industri telematika nasional.  Sebab Nexian menjadi satu-satunya telepon seluler lokal di tengah dominasi  produk impor macam Nokia, LG, Motorola, dan Samsung.  Apalagi Departemen Komunikasi dan Informatika mencatat hampir 90 persen perangkat pendukung industri telematika masih menggunakan produksi luar negeri.

Menggebrak tahun baru 2007, sang produsen Nexian, PT Inti Pisma International, segera meluncurkan seri terbaru yakni NX 700. Menurut Direktur Utama PT Inti Pisma International Harijadi P. Budimartono,   produk ini spesial karena akan dideklarasikan sebagai produk nasional. Tingkat komponen lokalnya di atas 40 persen.   Dengan research and development (R&D) sendiri di pabriknya di Karawang, Jawa Barat, produk nasional tersebut mulai diproduksi massal mulai Januari ini. “Seri NX 700 akan menjadi telepon seluler nasional dengan harga Rp 400 ribu per unit,” kata Harijadi kepada Globe Asia.

Nexian adalah telepon seluler yang mengusung teknologi CDMA (code division multiple access). Nexian yang berarti ‘Next Generation’ itu mulai berproduksi secara komersial pada Februari tahun lalu. Hingga kini perseroan sudah melansir 3 seri di pasaran, yakni NX 350, 370, dan 900.  Masing-masing dijual dengan harga Rp 300.000 per unit, Rp 400.000, dan Rp 800.000.



Harijadi menjelaskan, tahun ini perseroan akan merilis beberapa seri baru seperti NX 910, NX 900i, dan NX 700. Selain itu, perusahaan juga  memproduksi fixed wireless phone (FWT) seri 170 dan NX 150 untuk payphone. Dengan penambahan seri baru itu, perusahaan mentargetkan volume produksi tahun ini 500.000 unit  atau per bulan bisa mencapai 60.000 unit dari semula 30.000 unit. “Karena itu kami menyiapkan investasi US$ 5-6 juta untuk penambahan kapasitas itu,” ujarnya.  



Direktur Operasi Inti Pisma Isnur Rochmad  menambahkan, dalam tempo satu tahun sejak beroperasi tahun lalu, penjualan Nexian mencapai 200.000 unit. Pencapaian volume tersebut terutama didukung dari penjualan  joint marketing atau program bundling dengan operator PT Bakrie Telecom Tbk yang menerbitkan kartu Esia.

Dengan harga jual rata-rata Nexian Rp 550.000 per unit dan volume penjualan 200.000 unit, pendapatan Inti Pisma tahun lalu ditaksir Rp 120 miliar.  Tahun ini perseroan mentargetkan pendapatan naik 100 persen dari tahun sebelumnya.

Menurut Imam Kusuma, Brand Execution Departement Head Bakrie Telecom, hingga kini lebih dari 100.000 kartu Esia teraktivasi dari Nexian. Kata dia, ini prestasi bagus karena berasal dari satu merek yang belum pernah terdengar di pasar nasional. “Nexian dibangun di antara merek terkenal dan tak terkenal, tapi masih bisa mendapatkan pelanggan sekian banyak,” ujar Imam sambil menyatakan kerja sama itu dimulai Februari tahun lalu.

Salah satu keunggulan Nexian, lanjut Imam, adalah harga jual yang murah ketimbang kompetitor, yakni Rp 300.000 untuk seri terendah NX 350. Artinya, dengan fitur-fitur di kelas low end, harga jual Nexian jauh lebih murah ketimbang  Nokia atau LG.  Karena itu, saat merilis program bundling Esia-Nexian, Bakrie Telecom memakai embel-embel ‘Hape paling murah’ untuk menarik konsumen. “Saat itu semua orang antre membeli. Namun, Nexian juga ada kekurangan yakni merek baru sehingga dibutuhkan waktu dan usaha untuk membangun merek. “

Imam mengaku Bakrie berani bekerja sama dengan Nexian lantaran telah menguji langsung sang pabrikan dan produknya. “Kami melihat proses produksinya. Dan hasilnya, pabrik ini sangat profesional. Bukan model home industry. Ini produk yang dikerjakan serius dan bukan asal dibuat,”  ujarnya seraya menambahkan komplain terhadap Nexian masih wajar karena di bawah 5 persen.

Lalu apa strategi Nexian melawan raksasa Nokia dan LG?



Menurut Harijadi, jika tahun pertama hanya mengandalkan program bundling dengan PT Bakrie Telecom, kini perseroan lebih agresif lagi menggandeng operator lain. Tak heran seluruh operator CDMA di Tanah Air sedang dijajaki, seperti PT Indosat dengan kartu StarOne dan Mobile-8 (Fren). Bahkan, operator ‘baru’ macam PT Natrindo dan Hutchinson Indonesia pun didekati.  Tak hanya itu, Nexian juga mulai merambah ke teknologi GSM, bekerja sama dengan PT Telkomsel.Peruntungan Nexian tampaknya bakal lebih baik di tahun ini karena berhasil memenangkan tender memasok 76.000 unit terminal FWT dari 800.000 unit untuk produk FlexiHome dari PT Telkom Tbk. “Kalau semua berjalan lancar, pendapatan kami bisa dua kali lipat dari tahun lalu,” ujar Harijadi.

Untuk pasar ritel, distribusi Nexian dilakukan oleh PT Metrotech Jaya Komunika yang juga distributor Pantech. Namun, kata Isnur Rochmad, strategi ini dilakukan bukan strategi utama. Sebab Nexian  belum mampu bersaing langsung di tingkat ritel dengan merek dunia macam Nokia dan LG. Dibutuhkan dana promosi dan marketing yang sangat besar untuk bisa diterima di pasar ritel. Karena itu strategi joint marketing atau bundling dengan operator telekomunikasi menjadi alternatif jitu.

Dia mencontohkan keberhasilan program bundling dengan kartu Esia. Di sini Bakrie Telecom memberikan gimmick kepada konsumen seperti gratis nomor Esia dan 100 menit talktime selama 6 bulan. “Kalau jualan sendiri, berat. Sebagai pemula, kami harus bergandengan dengan operator agar bisa mendapat volume penjualan ekonomis. Jadi bukan melawan, kami hanya mencari celah yang tak dimasuki Nokia,“ ungkap Isnur. Tahun ini pula Nexian juga tengah mencoba peruntungannya di pasar ekspor seperti Filipina dengan menggandeng Bayan Tel, dan Malaysia dengan Sani Pex.

Division Head Bundling & Corporate Solution PT Indosat Tbk Indra Lestiadi mengakui sedang bernegosiasi dengan Nexian. Namun, dia menolak memerinci proses negosiasi tersebut sebab tim teknis Indosat masih mengecek sisi teknologi, merek, dan pasar yang bersangkutan.  Yang pasti, tahun ini Indosat serius meningkatkan pelanggan kartu CDMA StarOne dengan cara menambah layanan pada 14 kota baru dari 22 kota yang sudah ada. “Dengan penambahan itu, kami mentargetkan kenaikan 1,5 juta pelanggan baru StarOne,” ujar Indra.

Pasar telepon seluler di Indonesia memang menarik. Per Oktober 2006, jumlah pelanggan seluler, baik GSM maupun CDMA, mencapai 65,5 juta pelanggan. Tahun ini kalangan operator memprediksi ada pertumbuhan pelanggan sebanyak 18 juta pelanggan.

Hasil riset The Mobile World pada  kuartal tiga tahun lalu menyebutkan  Indonesia, India, Cina, Pakistan, dan Thailand memiliki pertumbuhan pelanggan besar di kawasan Asia Pasifik.  India yang terbesar dengan pertumbuhan 17,1 juta pelanggan, sedangkan Indonesia di posisi keempat dengan 3,5 juta. Bahkan lembaga penelitian Business Monitor International (BMI) memprediksi  dalam 5 tahun ke depan, pertumbuhan seluler terpesat bakal terjadi di India dengan pertumbuhan 80%, Vietnam (62%), Pakistan (38,5%),  Cina (22%), dan Indonesia (19,5%).

Daya tarik itu pula melandasi pendirian PT Inti Pisma International oleh PT J-Tech Indonesia  (sahamnya 78%) dan badan usaha milik negera (BUMN) PT INTI pada Agustus 2004. PT J-Tech selama ini dikenal sebagai produsen  berbagai komponen elektronika, telepon seluler, dan otomotif. Saat ini J-Tech Indonesia sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Pisma Group dan PT Harada Pratama Berdikari (15%).  Pemilik Pisma Group adalah Djamal Ghozi, pengusaha asal Surabaya yang terkenal dengan produk sarung Gajah Duduk. Hingga kini perusahaan sudah mengeluarkan investasi US$ 30 juta.

Menurut Harijadi yang juga President dan Chief Executive Officer (CEO) J-Tech Indonesia, untuk bisa memproduksi telepon seluler sendiri, perusahaan menggandeng berbagai mitra kerja. Dia mencontohkan, Airwave Technology dari Korea untuk teknologi telepon CDMA, Sweng Maju Sdn Bhd dari Malaysia, dan Takahashi Kogyo Co Ltd dari Jepang. “Dari situ, kami adopsi teknologi mereka supaya bisa lebih maju di segi teknisnya. Awalnya kami membuat komponen hingga memproduksi produk sendiri yakni telepon seluler dan FWT,” ujar Harijadi yang memimpin sekitar 900 pekerja.

Kini, hampir 3 tahun berselang, Nexian mengharapkan dukungan pemerintah supaya bisa tumbuh dan berkembang di masa depan. Menurut Harijadi, industri lokal harus dikasih kesempatan dalam proyek-proyek telematika nasional. Dia mencontohkan proyek FlexiHome di PT Telkom yang membutuhkan terminal sebanyak 800.000 unit. Masalahnya,  PT Telkom tidak berani memberikan dukungan penuh karena tiada payung hukumnya agar tidak dinilai salah langkah kelak.  Cara inilah yang ditempuh pemerintah India dengan memberikan jatah 30 persen pada setiap proyek kepada industri lokal. “Jadi kalau ada order 800.000 unit, 30 persen dialokasikan kepada industri lokal. Pertimbangannya jika industri lokal tumbuh, industri penunjangnya seperti komponen pasti tumbuh.”

Sebenarnya Menteri Perindustrian sudah memberikan dukungan itu tahun lalu. Dalam surat keputusan Nomor 11  tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri, Menteri Fahmi Idris menyatakan, kalau peserta tender bisa membuktikan tingkat komponen dalam negerinya lebih dari 40%, maka tender itu dialokasikan hanya bagi peserta lokal. Namun, jika tingkat komponen lokalnya 25-30%, pemain lokal mendapat privilage harganya bisa lebih mahal maksimum 30 persen dari harga produk impor. “Yang krusial saat ini pelaksanaan peraturan itu,” ujar Harijadi sambil mengingatkan problem lain yakni harmoniasi tarif lantaran bea masuk telepon seluler dikenakan 0%, sedangkan komponennya tidak. M Syakur Usman



2. Local Gadget Leader


Bagi pemain telepon seluler lokal, kerja sama perdagangan bebas ASEAN dengan Cina atau China-ASEAN Free Trade Agreement (CA-FTA) yang efektif 1 Januari tahun ini bukanlah suatu hambatan. Sebab jauh sebelum kerja sama itu diteken, produk telepon seluler impor sudah bebas bea masuk alias nol persen. Sehingga tidak ada perubahan yang signifkan di industri ini pasca-CA-FTA.

PT Metrotech Jaya Komunika yang dikenal sebagai produsen telepon seluler lokal merek Nexian tak mengkhawatirkan soal produk telepon seluler Cina. Sebab telepon seluler merek lokal termasuk Nexian sudah berhasil di pasar nasional. “Setelah Nokia, penjualan telepon seluler merek lokal termasuk Nexian adalah nomor dua terbesar di Indonesia,” kata Presiden Direktur Metrotech Jaya Komunika Martono Jaya Kusuma kepada Globe Asia di Bandung, akhir Januari lalu.



Menurut Martono, CA-FTA tidak berdampak langsung. Sebab sebelum ada CA-FTA, tarif impor telepon seluler sudah nol persen. Tarif  yang ada selama ini hanya pajak pertambahan nilai (PPN) 10% dan pajak penghasilan (PPh) impor 2,5%. ”Karena tidak ada perubahan tarif dari sebelum CA-FTA sehingga tidak ada dampak secara langsung bai pemain lokal.”

Nexian sendiri termasuk pemain lokal papan atas di Indonesia. Sejak merilis produk Nexian dengan keypad qwerty layaknya BlackBerry sehingga sering disebut NexianBerry pada Mei tahun lalu, penjualannya sangat fantastis. Contohnya, penjualan NexianBerry bekerja sama dengan operator telekomunikasi XL berhasil mencatat penjualan 1 juta unit. Sedangkan dengan Telkomsel lebih tinggi lagi sekitar 1,5 juta unit. Di Indonesia setiap bulan terjual 1,8 juta unit telepon selular atau sekitar 21-22 juta unit setahun.

Sumber di salah satu distributor besar  telepon seluler di Jawa Barat menginformasikan penjualan Nexian di Jawa Barat berhasil mengalahkan Nokia yang selama ini mendominasi pasar. Tahun lalu penjualan per bulan Nexian mencapai 120.000 unit, sedangkan Nokia hanya 80.000 unit. “Baru pertama kali terjadi di Indonesia penjualan telepon seluler disesaki konsumen sehingga menimbulkan antrean layaknya orang antre sembilan bahan pokok. Produk Nokia saja tidak berhasilkan menimbulkan antrean lagi sejak peluncuran Nokia E 90 dua tahun silam,” kata sumber tadi.

Titus Dondi, Vice President Enterprise&Carrier XL, berpendapat, Nexian merupakan produk telepon selular yang fenomeal di Indonesia dalam hal penjualan. ”Program kerja sama penjualan Nexian dengan XL selalu berhasil dari dulu hingga sekarang. Sellau terjadi anrean ketika kami merilis program bundling baru dengan Nexian.”

Menurutnya, Nexian bisa sukses karena Nexian sebagai pemain lokal pertama yang berhasil membuat produk yang cocok dengan konsumen Indonesia. Sehingga brand ini mempunyai positioning yang kuat di benak konsumen Indonesia.

Qwerty product

Martono menjelaskan, yang perlu diwaspadai oleh telepon seluler lokal adalah kesadaran produsen telepon seluler dunia seperti Nokia dan BlackBerry di pasar Indonesia dengan menyiapkan produk telepon seluler keypad qwerty dengan harga lebih terjangkau. Ini menyebabkan jarak harga jual merek global dengan merek lokal semakin dekat.

“Pasar tahun ini lebih menantang karena global brand menyadari potensi pasar telepon seluler di Indonesia terutama qwerty bisa besar melihat kesuksesan NexianBerry. Makanya tahun ini mereka menyiapkan line up produk qwerty lebih banyak dengan harga lebih terjangkau. Jadi akan lebih banyak produk qwerty dengan harga lebih terjangkau dari global brand, seperti Samsung qorby yang dijual Rp 1,4 juta atau BlackBerry gemini kini harganya kurang dari Rp 3 juta. Pasar menjadi sangat kompetitif,” katanya.

Namun situasi tersebut, kata Martono, tidak memberikan tekanan bagi pemain lokal.  Sebab pemain lokal pun sudah menurunkan harga jual produknya. Sehingga semula harga produk lokal Rp 1 jutaan untuk tipe qwerty, kini harganya jualnya bervariasi mulai Rp 500.000 hingga Rp 700.000 per unit. ”Tahun lalu terjual 4 juta unit  telepon selular  lokal tipe qwerty.”

Martono menjelakan, telepon selular dengan keypad qwerty akan mendominasi pasar karena perubahan komunikasi konsumen dari suara dan sms ke data dengan chatting, messenger, dan browsing.

International Data Corporation (IDC) juga memprediksi penjualan smartphone yang menonjolkan komunikasi adat akan lebih unggul ketimbang traditional phone (lihat tabel). IDC juga mencatat pada tahun lalu, penjualan smartphone di Indonesia tumbuh 290%, sedangkan traditional phone justru turun 51%.

”Nexian tetap mau hadir di semua level mulai dari entry level hingga up level. Tapi  kami tidak mau menjadi yang termurah di semua level. Tujuan Nexian adalah menawarkan produk di semua level dengan spesifikasi produk yang berbeda dari kompetitor. Sebab kalau bersaing di harga jual yang murah, pasti berdampak pada kualitas,” ujar Martono.

Karena itu, kebijakan Nexian agar produknya bisa diterima pasar adalah selalu memberikan value lebih terhadap keinginan konsumen. Misalnya,  masyarakat ingin telepon seluler dengan aplikasi Facebook plus upload foto. Atau aplikasi mesengger yang langsung online tanpa harus melakukan login.

”Kami baru saja merilis produk baru, Nexian NX-G801. produk ini mempunyai fasilitas Nexian Messenger, seperti layaknya BlackBerry Messenger sehingga setiap orang bisa melakukan chatting dengan pengguna nexian mesenger lainnya tanpa harus melakukan login. Kelebihan lainnya, ada fasilitas upload foto langsung ke facebook. Inilah kelebihan Nexian yang belum dimiliki produk lokal lainnya,” ujar Martono.

Chief Technology Officer Metrotech Isnur Rochmad menambahkan, Nexian selalu menawarkan produk yang inovatif baik dari sisi hardware maupun software yang bisa diterima masyarakat. ”Terpenting juga harganya terjangkau. Kami tidak berhenti berinovasi,” ujar Isnur sambil menerangkan bahwa untuk masalah produksi Nexian mempunyai beberapa mitra strategis dari Cina.

Tahun ini, kata Martono, Nexian akan meluncurkan 12-15 produk baru ke pasar. Produk telepon seluler tipe touch screen ala Nexian akan segera diluncurkan pada akhir Februari tahun ini. ”Dalam road map produk,  tahun ini kami akan meluncurkan 2 model tipe touch screen bekerja sam dengan operator Smart Telecom. Berbeda dari strategi tahun lalu, tahun ini kami lebih banyak meluncurkan model baru di segmen berbeda. Semuanya akan kami masuki termasuk  termasuk telepon  dengan sistem operasi  android.”

Kerja sama dengan operator atau biasa disebut program bundling memang banyak dilakukan Nexian dalam menjual produknya. Sebab program ini lebih efektif menarik perhatian konsumen karena operator juga memberikan bonus-bonus tertentu kepada calon konsumen.  Saat ini diperkirakan penjualan Nexian sebagian besar atau 80% lewat program bundling.

Menurut Martono,  program bundling mempunyai manfaat  lebih banyak pada konsumen. Pertama, konsumen mendapat nomor yang bisa langsung digunakan. Kedua, operator bisa memberikan bonus-bonus tertentu yang disesuaikan dengan kelebihan satu produk. Misalnya, operator memberikan promosi paket data gratis sekain bulan karena produk didukung fasilitas internet tinggi. Jika produk telepon hanya untuk layanan suara dan sms, maka operator biasanya memberikan promosi gratis bicara sekian bulan. ”Jadi dengan bundling konsumen dimudahkan.”

Aftersales guarantee

Tapi berbeda dengan local brand lain, Nexian sangat memperhatikan soal aftersales. Saat ini Nexian mempunyai service center sebanyak 60 unit dan collection point sebanyak 21 unit. Mereka hadir mulai dari Medan, Sumatra Utara hingga Manado, Sulawesi Utara. Di Jakarta Nexian Service Center ada 8 unit. ”Kami menginginkan jaringan aftersales ini lebih rapat lagi. Kami juga akan lebih banyak mengembangkan service center ketimbang collection point. Target kami, akhir tahun ini jaringan afersales Nexian  bisa complied dengan standar mutu (ISO). Ini komitmen Nexian melakukan standar mutu layanan. Concern Nexian adalah mempertahankan posisi market leader di local brand.”

Perhatian besar Nexian pada soal aftersales ini disebabkan Nexian ingin eksis jangka Panjang di Indonesia. Sehingga semua infrastruktur puna bersifat jangka panjang. Martono mencontohkan, sebelum merilis produk baru, pihaknya menguji dan menjaga kualitas hardware dan software produk tersebut.

“Kami mencari formulasi produk yang tepat sehingga terjadi repeat order. Kini jutaan produk Nexian terjual. Ini artinya strategi kami berhasil. Tantangannya, bagaimana Nexian bertahan secara jangka panjang,” ujar Martono. m syakur usman
















Selasa, 07 Juli 2015

Rini M Sumarno: Dari Pemilik Kanzen Motor Jadi Menteri BUMN





Menteri BUMN Rini Sumarno



Nama Rini M Sumarno, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), santer disebut-sebut belakangan ini. Masalahnya bukan hal positif, tapi justru hal negatif. Dikabarkan Menteri Rini menjadi menteri yang menghina Presiden Jokowi, seperti yang dibocorkan menteri lain di Kabinet Kerja ini.

Meski Menteri Rini sudah membantahnya, kabar ini diduga sengaja diembuskan karena ada wacana Presiden Jokowi melakukan perombakan kabinet atau reshuffle. Jadi Menteri Rini menjadi sasaran menteri yang ingin diganti, setidaknya inilah yang diinginkan beberapa petinggi DPP PDI Perjuangan.

Namun semudah itukah mengganti Menteri Rini, yang pernah didaulat Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan, sebagai Ketua Tim Transisi Pemerintahan SBY ke Pemerintahan Jokowi. Saya kira tidak semudah itu, dengan mengembuskan isu sebagai menteri yang menghina Presiden Jokowi.

Ya, sebenarnya Rini Sumarno mempunyai hubungan istimewa dengan Megawati. Saat Megawati menjadi Presiden RI periode 2001-2004, Rini dipercaya menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Saat pemerintahan berganti, Megawati tetap mempercayai Rini dan mengajaknya masuk dalam lingkaran inti PDI Perjuangan.

Mungkin Megawati salut dengan karakter Rini yang tegas dan kapabilitasnya sebagai profesional dan pengusaha. Saat saya ngepos di Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Rini terkenal gesit dan tegas thd kebijakan yang diyakini benar. Pada periode itu, Menteri Rini banyak melakukan investigasi di departemen yg dipimpinnya (meminjam istilah sekarang, blusukan). Ya, blusukan sering dilakukan Rini. Saya masih ingat kasus blusukannya di satu gudang gula yang membawa nama Nurdin Halid saat itu.

Saya ingin membagi artikel saya tentang Rini Sumarno sebagai pengusaha, seperti yang dimuat majalah Globe Asia edisi Oktober 2007.

Berikut artikelnya:




Rini M Sumarno 

Back to the Business with Kanzen 


Sejak tak lagi menjabat Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada akhir 2004, kesibukan Rini Mariani Sumarno, 49 tahun, tak kunjung berkurang. Dia justru bertambah sibuk, terutama mengurusi kembali PT Kanzen Motor Indonesia, produsen sepeda motor Kanzen di Indonesia.

Pabrikan sepeda motor merek lokal ini seperti meminta perhatian kembali sang pendiri. Maklum saja, baru dibangun Juni 2000, Rini terpaksa melepaskan posisi Presiden Direktur Kanzen Motor lantaran diminta Presiden Megawati menjadi Menteri Perindustri dan Perdagangan pada akhir 2001.

Karena itu, setelah tak menjabat menteri, Rini langsung kembali memimpin Kanzen Motor yang dibangunnya dari nol. Namun, ketika kembali, Rini merasa kondisi Kanzen sekarang tidak sesuai dengan harapannya. Dia pun sempat patah arang. Tapi semangat dari para temannya dahulu kembali membangkitkan semangatnya untuk membesarkan perusahaan ini. “Kanzen seperti bayi saya yang keempat,” kata ibu tiga anak ini kepada Globe Asia.

Menurut Presiden Direktur PT Inti Kanzen Motor, holding company yang baru dibentuk Rini akhir tahun lalu,  kembali ke Kanzen seperti kembali ke habitat. Tapi kondisinya lebih menuntut entreprenuership. “Saya harus tahu detail dan melihat semua aspek. Sebab ini bisnis yang dibangun dengan uang sendiri.”

Tak heran, perempuan yang pernah menjadi Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional ini langsung melakukan berbagai perbaikan seperti di networking system, production, quality control, dan outsourcing. “Saya melihat ada problem di networking system yang tidak seperti yang saya harapkan. Akhirnya saya melakukan sendiri perubahan-perubahan dari A hingga Z,  sampai urusan baut,” katanya sambil tertawa.

Dia juga membereskan aspek pendukungnya seperti marketing dan promosi. “Saya sampai menolak produk kreatif 5 biro iklan karena belum pas dengan karakter Kanzen yang saya harapkan,“ ujar mantan Presiden Direktur  PT Astra Internasional Tbk periode 1998-2000.

Selain itu, Rini juga menggenjot Departemen Riset dan Pengembangan (R&D) Kanzen untuk menghasilkan desain sepeda motor yang betul-betul sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Hingga pada April 2005, lahirlah Kanzen Taurus dengan inovasi tanki bensin di depan, bukan di bawah jok. Dan hanya dalam tempo satu tahun, Kanzen kembali meluncurkan satu model terbaru yang diklaim sebagai sepeda motor nasional, yakni Taurus Ultima dengan inovasi tanki bahan bakar ganda, knalpot tinggi, dan high clearance. Peluncuran produk ini bahkan mendapat apresiasi khusus dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Juni tahun lalu.

“Taurus Ultima lahir dari riset kami bahwa sepeda motor Indonesia juga digunakan untuk mengangkut barang. Juga dengan mempertimbangkan kondisi jalan rusak dan banjir di sini. Kanzen memproduksi satu sepeda motor yang bisa memenuhi kebutuhan bangsa yang belum ada. Itu dasarnya,” ujar perempuan kelahiran Maryland, Amerika Serikat, 9 Juni 1958.

Menurut Rini, tahun 2007 merupakan momentum kemajuan Kanzen di pasar sepeda motor Indonesia. Dia merasa saat ini Kanzen cukup siap untuk mempercepat geraknya dan bersaing pabrikan Jepang yang mendominasi pasar yakni Honda, Yamaha, dan Suzuki. Sebab Kanzen mampu memproduksi sepeda motor inovatif yang didesain sendiri. “Kami segera meluncurkan 2 model baru lagi pada tahun ini. Dan satu lagi pada tahun depan.”

Optimisme ini pun tercitra dari target penjualan tahun ini yang mencapai 40.000 unit. Jumlah ini setara dengan 3.500 per bulan. Jika dibandingkan penjualan tahun lalu yang mencapai 18.900 unit, berarti ada kenaikan setara 100 persen! Namun, jika dibandingkan dengan raihan pangsa pasar Honda yang mencapai 2,3 juta unit di tahun lalu, tentu kecil sekali target Kanzen tersebut.

Bagi Rini ada tiga faktor yang bisa kunci sukses Kanzen. Pertama, kemampuan untuk melakukan inovasi, terutama kemampuan memproduksi secara massal finishing product. Dengan dukungan komponen yang diperoleh secara multisourcing, termasuk komponen impor dari Cina, Thailand, dan Taiwan. Tapi komponen itu harus memenuhi standar tinggi karena desain produk dilakukan sendiri oleh Kanzen. “Kemampuan ini menjadikan Kanzen sebagai long term player di industri sepeda motor.”

Yang terakhir adalah networking. Di Indonesia ini krusial sekali, sebab biasanya mata rantainya panjang. Untuk menekan cost, Rini pun memperpendek dengan meniadakan main dealership, kecuali di Riau. “Yang lainnya saya potong. Jadi tinggal branch, dealer, dan channeling. Jadi dari pabrik, langsung ke dealer atau branch yang diteruskan ke channeling,” ucapnya.

Rini juga mempermudah persyaratan menjadi channeling Kanzen. Jadi bengkel-bengkel sepeda motor itu diperbolehkan menerima jasa perbaikan sepeda motor merek lain. “Kami menyadari mereka juga butuh economic skill,”  kata dia sambil mengaku sedang mempersiapkan Kanzen Racing Team untuk meningkatkan promosi.
Presiden Komisaris PT Astra Honda Motor, produsen sepeda motor di Indonesia, Tossin Himawan, mengakui, peluang pasar bagi pemain baru masih ada, meski pasar didominasi merek Jepang. Sebab kondisi pasar saat ini kian beragam dan dinamis. Asal segmen yang dituju tepat, pasar selalu ada seperti di wilayah perkebunan dan  wilayah yang jalannya nonaspal. Dia juga mengingatkan, pasar sepeda motor bukan hanya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, atau Surabaya. “Harus diingat pula pasar di wilayah perkebunan di Sumatra dan Kalimantan yang membutuhkan sepeda motor model trail misalnya.”

Namun demikian, lanjut Tossin, di industri sepeda motor, antara inovasi teknologi harus dibarengi dengan market acceptable. Inovasi produk memang memiliki nilai tersendiri, tapi di Indonesia inovasi itu harus bisa diproduksi secara massal. Artinya inovasi itu memang benar-benar sesuai dengan kebutuhan konsumen.   “Jadi inovasi tidak hanya layak di drawing board tapi juga diminati konsumen.”

Lantas apa strategi keuangan Rini?
Menurut Rini, Kanzen didukung oleh perusahaan pembiayaan sendiri yakni PT Semesta Finance. Tapi sejak tahun lalu, Kanzen juga bekerja sama dengan Adira Finance untuk membiaya kredit kepemilikan sepeda motor Kanzen. Saat ini, dukungan pembiayaan Kanzen sebanyak 65 Persen masih dari Semesta Finance, dan sisanya Adira. Kelak porsinya bakal menjadi sama besar atau 50:50.

Strategi berikutnya, Rini akan mengundang private investor, meski dia lebih suka memilih instrumen initial public offering (IPO). “Saya ingin Kanzen menjadi perusahaan go public pada akhir tahun ini. Jadi saya ingin manajemen dan  karyawan saya memiliki saham di sini ketika perusahaan tumbuh.”

Keberanian menjadi perusahaan go public, kata Rini, dengan pertimbangan masa depan Kanzen yang baik. Meski skala perusahaan tidak besar, menurutnya, Kanzen adalah perusahaan kecil yang baik dan sehat dengan pertumbuhan baik.

Tahun ini perusahaan ditargetkan mencapai break event point (BEP), meski diharapkan bisa mencapai profit. “Saya akan melepas saham 30-40 persen. Itu termasuk untuk manajemen atau karyawan,” kata sarjana ekonomi dari Wellesly College Massachussets, Amerika Serikat.

Untuk mendukung itu, Rini terus berbenah seperti melakukan restrukturisasi keuangan. Untuk organisasi, Rini sudah melakukan dengan membentuk holding company yakni PT Inti Kanzen  Motor pada Desember 2006. Holding ini membawahi PT Kanzen Motor Indonesia, principal Kanzen yang memiliki fasilitas produksi sepeda motor Kanzen di Karawang. Holding ini juga memiliki PT Semesta Finance, Kanzen Motor Parts, dan Kanzen Cipta Persada. Holding sendiri akan berperan sebagai sole agent motor Kanzen dan melakukan kegiatan marketing Kanzen. “Holding company inilah yang akan menjadi go public. Jadi karyawan bisa memiliki semuanya, fasilitas produksi dan perusahaan pembiayaan,“ ujar  Rini yang mengambil model ini dari PT Astra Internasional Tbk.

Goalnya, kata Rini, “Saya tidak lagi memimpin di Kanzen. Saya hanya ingin sebagai pemegang saham. Jadi perusahaan dikelola oleh para profesional. Menjadikan Kanzen public company, terus tumbuh, dan produk kami dimanfaatkan publik. Jadi by the public dan for the public. Harapan saya, Kanzen berkembang makin besar, memberikan manfaat baik produknya maupun perusahaannya.”

Sejarah Kanzen Motor dimulai Rini pada Juni 2000. Dengan investasi awal Rp 165 miliar, pabrikan seluas 16 hektare di Karawang, Jawa Barat, ini mempunyai kapasitas produksi hingga 10.000 unit per bulan. Saat ini jumlah karyawannya mencapai 700 orang. Untuk urusan teknologi sepeda motor, Rini menggandeng teknologi Daelim, produsen sepeda motor terbesar dari Korea Selatan.

Pabrik ini dibangun tak lama setelah Rini lengser dari Presiden Direktur PT Astra Internasional Tbk. Ide ini sempat dipertanyakan banyak temannya. Mereka menyarankan lebih baik bisnis batu bara karena lebih mudah ketimbang industri sepeda motor yang sudah dirajai Honda. Rini pun sempat mendapat cap big crazy “Tapi saya justru tertantang. Saya ingin membuktikan orang Indonesia bisa memproduksi motor sendiri. Pengalaman saya di Astra meyakinkan saya bahwa para engineering kita mampu memproduksi. Ini menjadi awal dan keyakinan saya,” kenang Rini.

Awal usaha dialaminya dengan tidak mudah. Ada masa-masa dia mengaku merasa lemah. Tapi hal yang membuatnya kembali kuat adalah saat dia melihat pasar sepeda motor  negeri sendiri didominasi produk asing. Dan pengalamannya di Astra saat para insinyurnya harus memerlukan persetujuan pihak principal di Tokyo untuk memproduksi satu komponen otomotif. “Mengapa pasar sepeda motor didominasi produk asing. Saya tidak bisa teriak-teriak, kalau saya tidak pernah mencoba. “

Tantangan berikutnya  yang dialami Rini adalah menimbulkan kepercayaan konsumen Indonesia terhadap merek Kanzen. Apalagi ada semacam stigma bahwa sepeda motor buatan non-Jepang kualitasnya rendah. Karena itu, sejak membangun Kanzen, Rini sangat peduli terhadap masalah kualitas. Dia selalu menekankan pentingnya aspek ini kepada para karyawan. “Kami harus bekerja keras menunjukkan bahwa yang diyakini banyak orang itu salah,”  ujar Rini yang memulai karirnya sebagai profesional di Citibank.

Cerita sukses Honda di industri sepeda motor dunia meyakinkan Rini bahwa kesuksesan itu tidak diraih dengan instans. Tapi membutuhkan proses panjang dan mungkin serangkaian kegagalan. “Honda memulai dengan memproduksi sepeda yang ditempeli mesin atau motor di halaman belakang rumahnya,” ujarnya bersemangat.

Seorang bekas kerja kerja Rini yang enggan disebutkan namanya mengakui mantan menteri perindustrian dan perdagangan ini  sebagai sosok cerdik. Menurut dia, Rini pandai melihat peluang-peluang pasar dengan menampilkan produk sepeda motor yang pas dan belum digarap produsen lain. “Ini karena beliau memiliki dasar-dasar yang kuat saat berkarir di Astra Internasional dulu,” ujarnya.

Pengamat otomotif Suhari Sargo  berpendapat, Rini sangat berani terjun di bisnis sepeda mnotor yang sangat didominasi tiga pabrikan Jepang yakni Honda, Yamaha, dan Suzuki. Karena itu dibutuhkan kemampuan tinggi supaya Kanzen tetap bertahan di industri ini.  Apalagi sebelumnya juga ada pendatang baru, seperti sepeda motor Cina, yang sudah mencoba masuk ke pasar tapi akhirnya gagal. “Para produsen Jepang itu tentu tidak diam saja. Mereka tentu akan melakukan inovasi-inovasi produk.”

Meski demikian, lanjut dia, peluang pasar bagi pemain baru seperti Kanzen masih ada. Terutama di daerah-daerah yang belum menjadi konsentrasi pasar pabrikan Jepang tersebut. “Tinggal ketahanan internal Kanzen sekarang seperti terus-menerus melakukan inovasi demi menarik pasar dan membentuk pencitraan, dukungan permodalan, dan manajemen.”

Sejatinya kiprah bisnis Rini tak hanya di Kanzen Motor. Dia juga memiliki bisnis properti di Balikpapan, yakni Plaza Balikpapan. Plaza ini saat ini sedang dikembangkan dengan fasilitas trade center. Dia juga berencana membangun hotel di sana.

Bisnis berikutnya adalah toko roti  berikut fasilitas produksinya dengan nama Paind de Franc. Saat ini Rini memiliki 6 outlet milik sendiri yang berada di gedung perkantoran seperti gedung Arcadia, Summitmas, dan Bursa Efek Jakarta. Toko ini juga memasok roti ke beberapa toko roti terkenal. “Ini lebih ke hobi, karena saya memang suka masak,”  ujar Rini.

Yang usaha lainnnya adalah Agrorini. Ini sebuah perusahaan yang bergerak di bisnis pertanian, terutama penanganan pascapanen. Bisnis ini diilhami dari pengalamannya menjabat Menteri Perindustrian. “Ini passion saya. Saya ingin mendedikasikan diri saya di sektor pertanian,“  ucap Rini.

Menurut dia, total revenue kelompok usahanya Rp 500-750 miliar per tahun. Namun, dia mengaku, “My true baby is Kanzen. Kanzen is my fourth child yang benar-benar lahir dari idealisme dan keyakinan. Bisnis lain hanya sampingan.”  (M Syakur Usman)

































Jumat, 26 Juni 2015

Stanley S Atmadja, dari Bisnis Pembiayaan ke Hotel Mewah

Sebuah hotel premium nan mewah baru segera hadir di Jakarta. Paling tidak di 2016, Hotel St Regis bakal mempercantik Jakarta. Hotel premium yang bakal menjadi pesaing Ritz Carlton Jakarta ini dikembangkan oleh Asco Capital, milik pengusaha Stanley Setia Atmadja. 

Pengusaha ini identik dengan nama badan usaha Adira dan mobil-mobil super nan klasik. Saat bekerja di majalah Globe Asia, saya berhasil mewawancarai Stanley saat masih menjabat sebagai Presdir dan CEO Adira Dinamika Multifinance Tbk (ADMF), setelah perjuangan panjang meyakinkannya.

Berikut ini adalah profil pengusaha Stanley Setia Atmadja yang pernah dimuat majalah Globe Asia edisi September 2009. 

Semog menjadi bacaan yang bermanfaat,

salam 

M Syakur Usman 







Stanley S. Atmadja


Car Enthusiast Entrepreneur


Pada 41 tahun lalu, Stanley S. Atmadja mengalami pengalaman hidup yang tak terlupakan. Saat berumur 12 tahun, sang ayah mengajari Stanley menyetir mobil, yang  mulai menyukai dunia otomotif seperti sang ayah.  “Ayah suka travelling dengan mobil. Saat pergi ke Serang dan kondisi jalan sepi, saya yang menyetir mobil bapak,” kata Stanley, Presiden Direktur PT Adira Dinamika Multifinance Tbk, mengenang masa indahnya.

Pengalaman menyetir mobil itu,  membuat Stanley muda bercita-cita mempunyai 3 mobil jenis sedan, jip, dan classic car. Ketika bekerja di Citibank, bapak dua anak ini berhasil membeli Peugeot 505, Jeep CJ7, dan BMW 2002. “Hobi ini memberi motivasi sendiri bagi saya untuk bekerja lebih keras,” kata Stanley yang baru saja mendapat Car Enthusiast Award dari satu majalah otomotif terkemuka ibukota.

Kini Stanley memiliki sekitar 50 mobil, baik mobil klasik maupun mobil baru. Mobil klasik Lotus Elan, Porsche 944,  dan Toyota Celica 1970 adalah koleksi Stanley yang mempunyai nilai sejarah tinggi. Sedangkan untuk mobil baru, Stanley mengoleksi antara lain Ferrari Superamerica. 

Soal hobi koleksi mobil, Stanley berujar, “Karena mobil yang baru keluar terus, sedangkan mobil-mobil yang lama belum semua dimiliki. Hobi ini juga membuat saya tidak pernah stress.”

Bagi alumnus University of La Verne, Amerika Serikat,  dunia otomotif adalah passion hidupnya. Selain mengoleksi mobil,  ayah 2 anak ini juga mengoleksi miniatur mobil, buku-buku tentang otomotif, dan beragam aksesoris yang berkaitan dengan mobil. Ruang kantornya penuh dengan beragam koleksi otomotif tersebut. “Saya juga suka menonton balap mobil seperti F1, mencari mobil klasik dan merestorasinya. Buat saya mobil seperti big toys,” kata Stanley yang juga Ketua Umum Indonesia Classic Car Owners Club (ICCOC).

Saking cintanya pada dunia otomotif,  Stanley pun membangun bisnis yang tak jauh-jauh dari otomotif. Pada 1991, Stanley mendirikan PT Adira Dinamika Multifinance yang bergerak di bisnis pembiayaan produk otomotif. Sedangkan pada 2004, dia mendirikan Asco Automotive.  


Adira Finance

Saat membangun PT Adira Dinamika Multifinance, Stanley memfokuskan perusahaan ini sebagai perusahaan pembiayaan produk otomotif seperti mobil dan sepeda motor.   Pertumbuhan Adira terus besar hingga  akhirnya dilirik Bank Danamon yang kemudian membeli sahamnya hingga 75%.  Dan kini, Adira telah menjelma sebagai salah satu perusahaan pembiayaan terbesar di Indonesia.

Per tahun lalu, kinerja usaha Adira Finance cukup kinclong. Perseroan mengucurkan pembiayaan Rp 14 triliun, naik 30,2% dari  2007. Pendapatan Adira juga naik 36% menjadi Rp 3,4 triliun dengan laba bersih mencapai Rp 1,02 triliun. Sementara jumlah unit kendaraan pembiayaan juga meningkat 21,3% menjadi 1.143.861 unit.

“Sekarang saya ingin Adira menjadi the world class company seperti Singapore Airlines dalam hal kualitas layanan. Sedangkan  untuk usaha, benchmark Adira adalah ICICI Bank di India yang dikenal sebagai consumer bank besar di dunia,” kata Stanley sambil menambahkan 90 persen pendanaan Adira berasal dari joint financing dengan induk perseroan, Bank Danamon Tbk.  

Pemenang Entrepreneurial Spirit in Ernst&Young Entrepreneur of The Year 2002 mengatakan, leadership merupakan bagian terpenting bagi keberhasilan satu perusahaan. sebab seoarang pemimpin mampu memberikan direction, vision, enlightment kepada perusahaan.

Di Adira, ada lima prinsip, yakni trust, respect, empowerment, reward, and punishment. Kelima prinsip ini memudahkan Stanley membentuk the winning team sehingga Adira bisa sebesar sekarang. “Sebagai leader di Adira, saya selalu sosialisasikan di semua forum seperti training karyawan atau promosi. Saya katakan saat seseorang mencapai level manajer,  yang paling penting adalah manajerial atau leadership-nya.”

Untuk value perusahaan, Adira mempunyai ADIRA TOP yang artinya Advance, Dicipline, Integrity, Reliable, Accountable, Teamwork, Obsession, and Professional. Dan value tersebut harus bisa dirasakan oleh customer. “Contoh Advance. Artinya kami selalu inovatif. Di mata customer, misalnya, selalu ada produk atau layanan baru. Dicipline,  di mata customer, kami selalu melakukan survey kepada customer on time.”

Apalagi ketika perusahaan kian besar, kata dia, kita tidak bisa bicara managing people, tapi managing mainset. Ini bisa dicapai dengan sosialisasi value perusahaan dan training EQ, ESQ, IQ, dan SQ kepada para karyawan. “Sehingga saya bisa menciptakan environment kerja yang menyenangkan,” ujar peraih CEO Idaman 2008 oleh satu majalah bisnis. 

Ketua Umum Indonesia Financial Service Association (IFSA) Wiwie Kurnia berkomentar, Stanley adalah sosok pemimpin yang komplet. Sebagai chief executive officer, dia mempunyai visi, kemampuan manajemen yang andal, hubungan ke karyawan tingkat bawah yang baik, dan networking yang luas. “Sosok komplet Stanley inilah yang menjadikan Adira sebagai perusahaan pembiayaan yang berkembang dengan cepat dari cabang maupun sumber daya manusia,” ujarnya.

Menurut catatan Wiwie, berdasarkan  hasil profit tahun lalu, Adira berada di posisi pertama dari 139 perusahaan anggota IFSA. Sedangkan dari sisi aset, Adira berada di posisi lima besar. “Kelebihan Adira daripada perusahaan pembiayaan lain adalah dikenal masyarakat karena sudah berusia 18 tahun, mempunyai cabang hampir 300 kantor, dan mempunyai hubungan yang baik dengan dealer kendaraan bermotor.”

ASCO

Selain di Adira, Stanley juga mempunyai perusahaan yakni Atmadja Stanley Corporation, biasa disebut Asco. Perusahaan ini bermula dari dealer mobil Isuzu yang dibangun 1994. Selanjutnya berkembang menjadi dealer beberapa merek seperti Daihatsu, Nissan Diesel, dan Peugeot. 

Tapi di Asco ini, Stanley tak menangani secara langsung. Dia menyerahkan manajemennya kepada para profesional. “Asco is my  private company,”  katanya.

Setiap membangun satu bisnis, Stanley mempunyai prinsip mengelolanya secara profesional dan dia tidak harus selalu menjadi orang nomor satu.  “Di Asco, saya ingin mengembangkan entrepreneur saya. Adira Rental dan Adira Insurance yang saya bangun, kini yang berjalan baik dan sukses. Semua dikelola secara profesional dan saya hanya sebagai presiden komisaris.”

Di Asco, cakrawala bisnis Stanley tak terbatas di otomotif. Beberapa bisnis nonotomotif yang dirambahnya antara lain solar engineering, pupuk untuk palm oil, dan waste management.  Dan baru-baru ini, Stanley mencoba masuk ke bisnis properti lewat Asco Capital. Proyek pertamanya adalah Kuningan Square, proyek apartemen dan office tower senilai $ 200-250 juta.

“Saya selalu melihat opportunity. Core business one thing, and opportunity is another thing,“ katanya menjelaskan alasannya masuk ke sektor baru.


Pasar Pembiayaan

Pada tahun ini, Stanley mentargetkan pembiayaan Adira sama dengan tahun lalu alias Rp 14 triliun. Pertumbuhan stagnan ini dengan pertimbangan anjloknya pasar otomotif di Indonesia yang diprediksi hingga 30%.

Menurutnya, krisis keuangan global yang terjadi pada kuartal ketiga tahun lalu membuat Adira lebih siap melakukan adjusment. Karena itu pada kuartal terakhir tahun lalu,  semua rencana ekspansi perusahaan seperti pembukaan cabang baru dan penambahan karyawan dibatalkan. “Kami membuat target konservatif dan realistis, yakni zero growth,” ujarnya.

Namun demikian, kata dia, zero growth juga memerlukan effort, karena nilainya juga tinggi Rp 14 trilikun. Caranya dengan mengelola pengeluaran lebih baik dengan membuat task force expend management. Tim inilah yang meneliti pengeluaran apa aja yang bisa ditekan dan bagaimana menjaga portofolio bisnis perusahaan.

“Adira fokus ke pasar yang tidak turun seperti karyawan perusahaan-perusahaan besar. Sebab segmen ini mempunyai daya tahan lebih baik dari pekerja perkebunan dan mempunyai daya cicil tinggi,”  kata Stanley yang memimpin 13.500 karyawan.

Selain itu, Adira juga membuat program yang bersifat community pada Februari lalu. Program tersebut adalah Adira Club Member.

Menurut Stanley, program ini merupakan program penghargaan perusahaan supaya customer lebih dekat dengan Adira. Contohnya, dengan memiliki kartu anggota Adira ini, customer dapat fasilitas diskon dengan Komunitas Jalan Sutra, diskon spare parts, dan point dari produsen oli Castrol.

“Jika customer bagus dalam membayar cicilannya, dalam waktu 6-8 bulan, misalnya, yang bersangkutan mendapat kredit tanpa agunan (KTA) dari Bank Danamon atau kartu kredit.”

Stanley ingin program ini menjadi program jangka panjang Adira, meski membutuhkan investasi  yang tinggi. Dibutuhkan dana $3-4 juta, terutama  untuk investasi mesin EDC yang disebar di kantor cabang Adira, kantor pos, dan dealer mobil.  “Saya mencari sinergi dengan pihak lain. Dengan program ini, kami dengan mudah bisa melakukan gathering. Kami juga ingin menjadi  finance company yang mempunyai transactional paling mudah. Inilah value Adira yang tidak dimiliki oleh perusahaan pembiayaan lain. Dan kelak Adira Finance akan menjadi  tempat pembayaran terbesar di Indonesia.”