Selasa, 07 Juli 2015

Rini M Sumarno: Dari Pemilik Kanzen Motor Jadi Menteri BUMN





Menteri BUMN Rini Sumarno



Nama Rini M Sumarno, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), santer disebut-sebut belakangan ini. Masalahnya bukan hal positif, tapi justru hal negatif. Dikabarkan Menteri Rini menjadi menteri yang menghina Presiden Jokowi, seperti yang dibocorkan menteri lain di Kabinet Kerja ini.

Meski Menteri Rini sudah membantahnya, kabar ini diduga sengaja diembuskan karena ada wacana Presiden Jokowi melakukan perombakan kabinet atau reshuffle. Jadi Menteri Rini menjadi sasaran menteri yang ingin diganti, setidaknya inilah yang diinginkan beberapa petinggi DPP PDI Perjuangan.

Namun semudah itukah mengganti Menteri Rini, yang pernah didaulat Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan, sebagai Ketua Tim Transisi Pemerintahan SBY ke Pemerintahan Jokowi. Saya kira tidak semudah itu, dengan mengembuskan isu sebagai menteri yang menghina Presiden Jokowi.

Ya, sebenarnya Rini Sumarno mempunyai hubungan istimewa dengan Megawati. Saat Megawati menjadi Presiden RI periode 2001-2004, Rini dipercaya menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Saat pemerintahan berganti, Megawati tetap mempercayai Rini dan mengajaknya masuk dalam lingkaran inti PDI Perjuangan.

Mungkin Megawati salut dengan karakter Rini yang tegas dan kapabilitasnya sebagai profesional dan pengusaha. Saat saya ngepos di Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Rini terkenal gesit dan tegas thd kebijakan yang diyakini benar. Pada periode itu, Menteri Rini banyak melakukan investigasi di departemen yg dipimpinnya (meminjam istilah sekarang, blusukan). Ya, blusukan sering dilakukan Rini. Saya masih ingat kasus blusukannya di satu gudang gula yang membawa nama Nurdin Halid saat itu.

Saya ingin membagi artikel saya tentang Rini Sumarno sebagai pengusaha, seperti yang dimuat majalah Globe Asia edisi Oktober 2007.

Berikut artikelnya:




Rini M Sumarno 

Back to the Business with Kanzen 


Sejak tak lagi menjabat Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada akhir 2004, kesibukan Rini Mariani Sumarno, 49 tahun, tak kunjung berkurang. Dia justru bertambah sibuk, terutama mengurusi kembali PT Kanzen Motor Indonesia, produsen sepeda motor Kanzen di Indonesia.

Pabrikan sepeda motor merek lokal ini seperti meminta perhatian kembali sang pendiri. Maklum saja, baru dibangun Juni 2000, Rini terpaksa melepaskan posisi Presiden Direktur Kanzen Motor lantaran diminta Presiden Megawati menjadi Menteri Perindustri dan Perdagangan pada akhir 2001.

Karena itu, setelah tak menjabat menteri, Rini langsung kembali memimpin Kanzen Motor yang dibangunnya dari nol. Namun, ketika kembali, Rini merasa kondisi Kanzen sekarang tidak sesuai dengan harapannya. Dia pun sempat patah arang. Tapi semangat dari para temannya dahulu kembali membangkitkan semangatnya untuk membesarkan perusahaan ini. “Kanzen seperti bayi saya yang keempat,” kata ibu tiga anak ini kepada Globe Asia.

Menurut Presiden Direktur PT Inti Kanzen Motor, holding company yang baru dibentuk Rini akhir tahun lalu,  kembali ke Kanzen seperti kembali ke habitat. Tapi kondisinya lebih menuntut entreprenuership. “Saya harus tahu detail dan melihat semua aspek. Sebab ini bisnis yang dibangun dengan uang sendiri.”

Tak heran, perempuan yang pernah menjadi Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional ini langsung melakukan berbagai perbaikan seperti di networking system, production, quality control, dan outsourcing. “Saya melihat ada problem di networking system yang tidak seperti yang saya harapkan. Akhirnya saya melakukan sendiri perubahan-perubahan dari A hingga Z,  sampai urusan baut,” katanya sambil tertawa.

Dia juga membereskan aspek pendukungnya seperti marketing dan promosi. “Saya sampai menolak produk kreatif 5 biro iklan karena belum pas dengan karakter Kanzen yang saya harapkan,“ ujar mantan Presiden Direktur  PT Astra Internasional Tbk periode 1998-2000.

Selain itu, Rini juga menggenjot Departemen Riset dan Pengembangan (R&D) Kanzen untuk menghasilkan desain sepeda motor yang betul-betul sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Hingga pada April 2005, lahirlah Kanzen Taurus dengan inovasi tanki bensin di depan, bukan di bawah jok. Dan hanya dalam tempo satu tahun, Kanzen kembali meluncurkan satu model terbaru yang diklaim sebagai sepeda motor nasional, yakni Taurus Ultima dengan inovasi tanki bahan bakar ganda, knalpot tinggi, dan high clearance. Peluncuran produk ini bahkan mendapat apresiasi khusus dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Juni tahun lalu.

“Taurus Ultima lahir dari riset kami bahwa sepeda motor Indonesia juga digunakan untuk mengangkut barang. Juga dengan mempertimbangkan kondisi jalan rusak dan banjir di sini. Kanzen memproduksi satu sepeda motor yang bisa memenuhi kebutuhan bangsa yang belum ada. Itu dasarnya,” ujar perempuan kelahiran Maryland, Amerika Serikat, 9 Juni 1958.

Menurut Rini, tahun 2007 merupakan momentum kemajuan Kanzen di pasar sepeda motor Indonesia. Dia merasa saat ini Kanzen cukup siap untuk mempercepat geraknya dan bersaing pabrikan Jepang yang mendominasi pasar yakni Honda, Yamaha, dan Suzuki. Sebab Kanzen mampu memproduksi sepeda motor inovatif yang didesain sendiri. “Kami segera meluncurkan 2 model baru lagi pada tahun ini. Dan satu lagi pada tahun depan.”

Optimisme ini pun tercitra dari target penjualan tahun ini yang mencapai 40.000 unit. Jumlah ini setara dengan 3.500 per bulan. Jika dibandingkan penjualan tahun lalu yang mencapai 18.900 unit, berarti ada kenaikan setara 100 persen! Namun, jika dibandingkan dengan raihan pangsa pasar Honda yang mencapai 2,3 juta unit di tahun lalu, tentu kecil sekali target Kanzen tersebut.

Bagi Rini ada tiga faktor yang bisa kunci sukses Kanzen. Pertama, kemampuan untuk melakukan inovasi, terutama kemampuan memproduksi secara massal finishing product. Dengan dukungan komponen yang diperoleh secara multisourcing, termasuk komponen impor dari Cina, Thailand, dan Taiwan. Tapi komponen itu harus memenuhi standar tinggi karena desain produk dilakukan sendiri oleh Kanzen. “Kemampuan ini menjadikan Kanzen sebagai long term player di industri sepeda motor.”

Yang terakhir adalah networking. Di Indonesia ini krusial sekali, sebab biasanya mata rantainya panjang. Untuk menekan cost, Rini pun memperpendek dengan meniadakan main dealership, kecuali di Riau. “Yang lainnya saya potong. Jadi tinggal branch, dealer, dan channeling. Jadi dari pabrik, langsung ke dealer atau branch yang diteruskan ke channeling,” ucapnya.

Rini juga mempermudah persyaratan menjadi channeling Kanzen. Jadi bengkel-bengkel sepeda motor itu diperbolehkan menerima jasa perbaikan sepeda motor merek lain. “Kami menyadari mereka juga butuh economic skill,”  kata dia sambil mengaku sedang mempersiapkan Kanzen Racing Team untuk meningkatkan promosi.
Presiden Komisaris PT Astra Honda Motor, produsen sepeda motor di Indonesia, Tossin Himawan, mengakui, peluang pasar bagi pemain baru masih ada, meski pasar didominasi merek Jepang. Sebab kondisi pasar saat ini kian beragam dan dinamis. Asal segmen yang dituju tepat, pasar selalu ada seperti di wilayah perkebunan dan  wilayah yang jalannya nonaspal. Dia juga mengingatkan, pasar sepeda motor bukan hanya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, atau Surabaya. “Harus diingat pula pasar di wilayah perkebunan di Sumatra dan Kalimantan yang membutuhkan sepeda motor model trail misalnya.”

Namun demikian, lanjut Tossin, di industri sepeda motor, antara inovasi teknologi harus dibarengi dengan market acceptable. Inovasi produk memang memiliki nilai tersendiri, tapi di Indonesia inovasi itu harus bisa diproduksi secara massal. Artinya inovasi itu memang benar-benar sesuai dengan kebutuhan konsumen.   “Jadi inovasi tidak hanya layak di drawing board tapi juga diminati konsumen.”

Lantas apa strategi keuangan Rini?
Menurut Rini, Kanzen didukung oleh perusahaan pembiayaan sendiri yakni PT Semesta Finance. Tapi sejak tahun lalu, Kanzen juga bekerja sama dengan Adira Finance untuk membiaya kredit kepemilikan sepeda motor Kanzen. Saat ini, dukungan pembiayaan Kanzen sebanyak 65 Persen masih dari Semesta Finance, dan sisanya Adira. Kelak porsinya bakal menjadi sama besar atau 50:50.

Strategi berikutnya, Rini akan mengundang private investor, meski dia lebih suka memilih instrumen initial public offering (IPO). “Saya ingin Kanzen menjadi perusahaan go public pada akhir tahun ini. Jadi saya ingin manajemen dan  karyawan saya memiliki saham di sini ketika perusahaan tumbuh.”

Keberanian menjadi perusahaan go public, kata Rini, dengan pertimbangan masa depan Kanzen yang baik. Meski skala perusahaan tidak besar, menurutnya, Kanzen adalah perusahaan kecil yang baik dan sehat dengan pertumbuhan baik.

Tahun ini perusahaan ditargetkan mencapai break event point (BEP), meski diharapkan bisa mencapai profit. “Saya akan melepas saham 30-40 persen. Itu termasuk untuk manajemen atau karyawan,” kata sarjana ekonomi dari Wellesly College Massachussets, Amerika Serikat.

Untuk mendukung itu, Rini terus berbenah seperti melakukan restrukturisasi keuangan. Untuk organisasi, Rini sudah melakukan dengan membentuk holding company yakni PT Inti Kanzen  Motor pada Desember 2006. Holding ini membawahi PT Kanzen Motor Indonesia, principal Kanzen yang memiliki fasilitas produksi sepeda motor Kanzen di Karawang. Holding ini juga memiliki PT Semesta Finance, Kanzen Motor Parts, dan Kanzen Cipta Persada. Holding sendiri akan berperan sebagai sole agent motor Kanzen dan melakukan kegiatan marketing Kanzen. “Holding company inilah yang akan menjadi go public. Jadi karyawan bisa memiliki semuanya, fasilitas produksi dan perusahaan pembiayaan,“ ujar  Rini yang mengambil model ini dari PT Astra Internasional Tbk.

Goalnya, kata Rini, “Saya tidak lagi memimpin di Kanzen. Saya hanya ingin sebagai pemegang saham. Jadi perusahaan dikelola oleh para profesional. Menjadikan Kanzen public company, terus tumbuh, dan produk kami dimanfaatkan publik. Jadi by the public dan for the public. Harapan saya, Kanzen berkembang makin besar, memberikan manfaat baik produknya maupun perusahaannya.”

Sejarah Kanzen Motor dimulai Rini pada Juni 2000. Dengan investasi awal Rp 165 miliar, pabrikan seluas 16 hektare di Karawang, Jawa Barat, ini mempunyai kapasitas produksi hingga 10.000 unit per bulan. Saat ini jumlah karyawannya mencapai 700 orang. Untuk urusan teknologi sepeda motor, Rini menggandeng teknologi Daelim, produsen sepeda motor terbesar dari Korea Selatan.

Pabrik ini dibangun tak lama setelah Rini lengser dari Presiden Direktur PT Astra Internasional Tbk. Ide ini sempat dipertanyakan banyak temannya. Mereka menyarankan lebih baik bisnis batu bara karena lebih mudah ketimbang industri sepeda motor yang sudah dirajai Honda. Rini pun sempat mendapat cap big crazy “Tapi saya justru tertantang. Saya ingin membuktikan orang Indonesia bisa memproduksi motor sendiri. Pengalaman saya di Astra meyakinkan saya bahwa para engineering kita mampu memproduksi. Ini menjadi awal dan keyakinan saya,” kenang Rini.

Awal usaha dialaminya dengan tidak mudah. Ada masa-masa dia mengaku merasa lemah. Tapi hal yang membuatnya kembali kuat adalah saat dia melihat pasar sepeda motor  negeri sendiri didominasi produk asing. Dan pengalamannya di Astra saat para insinyurnya harus memerlukan persetujuan pihak principal di Tokyo untuk memproduksi satu komponen otomotif. “Mengapa pasar sepeda motor didominasi produk asing. Saya tidak bisa teriak-teriak, kalau saya tidak pernah mencoba. “

Tantangan berikutnya  yang dialami Rini adalah menimbulkan kepercayaan konsumen Indonesia terhadap merek Kanzen. Apalagi ada semacam stigma bahwa sepeda motor buatan non-Jepang kualitasnya rendah. Karena itu, sejak membangun Kanzen, Rini sangat peduli terhadap masalah kualitas. Dia selalu menekankan pentingnya aspek ini kepada para karyawan. “Kami harus bekerja keras menunjukkan bahwa yang diyakini banyak orang itu salah,”  ujar Rini yang memulai karirnya sebagai profesional di Citibank.

Cerita sukses Honda di industri sepeda motor dunia meyakinkan Rini bahwa kesuksesan itu tidak diraih dengan instans. Tapi membutuhkan proses panjang dan mungkin serangkaian kegagalan. “Honda memulai dengan memproduksi sepeda yang ditempeli mesin atau motor di halaman belakang rumahnya,” ujarnya bersemangat.

Seorang bekas kerja kerja Rini yang enggan disebutkan namanya mengakui mantan menteri perindustrian dan perdagangan ini  sebagai sosok cerdik. Menurut dia, Rini pandai melihat peluang-peluang pasar dengan menampilkan produk sepeda motor yang pas dan belum digarap produsen lain. “Ini karena beliau memiliki dasar-dasar yang kuat saat berkarir di Astra Internasional dulu,” ujarnya.

Pengamat otomotif Suhari Sargo  berpendapat, Rini sangat berani terjun di bisnis sepeda mnotor yang sangat didominasi tiga pabrikan Jepang yakni Honda, Yamaha, dan Suzuki. Karena itu dibutuhkan kemampuan tinggi supaya Kanzen tetap bertahan di industri ini.  Apalagi sebelumnya juga ada pendatang baru, seperti sepeda motor Cina, yang sudah mencoba masuk ke pasar tapi akhirnya gagal. “Para produsen Jepang itu tentu tidak diam saja. Mereka tentu akan melakukan inovasi-inovasi produk.”

Meski demikian, lanjut dia, peluang pasar bagi pemain baru seperti Kanzen masih ada. Terutama di daerah-daerah yang belum menjadi konsentrasi pasar pabrikan Jepang tersebut. “Tinggal ketahanan internal Kanzen sekarang seperti terus-menerus melakukan inovasi demi menarik pasar dan membentuk pencitraan, dukungan permodalan, dan manajemen.”

Sejatinya kiprah bisnis Rini tak hanya di Kanzen Motor. Dia juga memiliki bisnis properti di Balikpapan, yakni Plaza Balikpapan. Plaza ini saat ini sedang dikembangkan dengan fasilitas trade center. Dia juga berencana membangun hotel di sana.

Bisnis berikutnya adalah toko roti  berikut fasilitas produksinya dengan nama Paind de Franc. Saat ini Rini memiliki 6 outlet milik sendiri yang berada di gedung perkantoran seperti gedung Arcadia, Summitmas, dan Bursa Efek Jakarta. Toko ini juga memasok roti ke beberapa toko roti terkenal. “Ini lebih ke hobi, karena saya memang suka masak,”  ujar Rini.

Yang usaha lainnnya adalah Agrorini. Ini sebuah perusahaan yang bergerak di bisnis pertanian, terutama penanganan pascapanen. Bisnis ini diilhami dari pengalamannya menjabat Menteri Perindustrian. “Ini passion saya. Saya ingin mendedikasikan diri saya di sektor pertanian,“  ucap Rini.

Menurut dia, total revenue kelompok usahanya Rp 500-750 miliar per tahun. Namun, dia mengaku, “My true baby is Kanzen. Kanzen is my fourth child yang benar-benar lahir dari idealisme dan keyakinan. Bisnis lain hanya sampingan.”  (M Syakur Usman)